Tumbuhnya aliran-aliran dalam nadi umat Islam tidak hanya berdampak pada gesekan umat tetapi juga pembinaan terhadap para mualaf. Kondisi itu tentu bisa membingungkan mualaf dan tidak tertutup kemungkinan berpotensi membuat mereka kembali ke agama terdahulu.
"Saya kira mualaf di zaman sekarang memiliki beban yang sangat berat. Apalagi mereka juga harus menghadapi banyaknya aliran-aliran berbeda dalam umat Islam," papar Ustad Syamsul Arifin Nababan kepada Republika.co.id saat ditemui dalam pengajian Mualaf Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, akhir pekan lalu.
Syamsul menuturkan kebanyakan aliran-aliran mengklaim dirinya yang paling benar. Tentu hal itu jadi masalah. Para mualaf pun seperti diposisikan pada persimpangan jalan. Di persimpangan itu dia kembali harus memilih, aliran mana yang harus mereka ikuti. "Menjadi tanggung jawab ulama dan umat Islam secara keseluruhan untuk membantu mereka," papar Syamsul.
Selain persoalan aliran, mualaf juga dihadapkan pada kesulitan untuk meninggalkan tradisi agama sebelumnya. Sebab itu, menurut Syamsul, perlu dilakukan usaha pembongkaran keyakinan agama sebelumnya dengan cara membedah kembali keyakinan itu.
Pembahasan, tekan dia, perlu mengerucut pada pandangan Islam yang merujuk pada Alquran dan hadist. "Penting untuk meneguhkan hati dan pikiran sehingga mereka bisa berdamai dengan jiwa dan pilihan mereka," ujarnya.
Syamsul mengatakan kini banyak metode pembelajaran yang memudahkan mualaf untuk belajar. Begitu juga dengan kreatifitas pembimbing yang mungkin secara maksimal mencarikan solusi yang mudah bagi mualaf untuk belajar.
"Saya rasa yang paling mendasar adalah kembali pada yang bersangkutan (mualaf) apakah mau bergerak untuk mempelajari Islam atau tidak," ujarnya.
Ajeng Ritzki Pitakasari/Agung Sasongko/republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar