Selasa, 22 Februari 2011

Tayangan Sentimen Sudutkan Islam, Polisi Harus Pidanakan 'Silet RCTI'


Bareskrim Mabes Polri harus serius memproses secara pidana penanggung jawab program “Silet” RCTI yang menayangkan komentar paranormal Permadi yang kental sentimen SARA terhadap Islam. Karena KPI menilai hal itu menyesatkan, mengandung unsur berita bohong dan meresahkan masyarakat

Pernyataan ini disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf terkait laporan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap penanggungjawab stasiun televisi RCTI, Harry Tanoesoedibjo, secara pidana ke Mabes Polri dalam kasus tayangan Silet. Dalam laporannya, KPI menilai program yang ditayangkan stasiun RCTI pada 7 November 2010 itu, menyesatkan dan mengandung unsur berita bohong hingga menyebabkan keresahan masyarakat korban bencana Gunung Merapi.

Dikatakan, jika kasus ini dibiarkan, dihentikan penyidikannya tanpa alasan jelas, akan menimbulkan kredibilitas buruk terhadap kepentingan masyarakat luas.

“Saya kira kalau KPI sudah melaporkan kasus ini ke polisi dan memiliki bukti-bukti yang cukup, ya dituntaskan. Agar, televisi maupun yang terkait dengan penyiaran, berhati-hati dalam memberitakan suatu peristiwa yang sensitif khususnya terkait dengan agama,” kata Slamet, Ahad (20/2/2011).

Dalam tayangan “Silet” episode 7 November 2010, Permadi menyebut letusan Gunung Merapi akibat dari dosa besar Raja Demak, Raden Patah. Di antara dosa besar itu, kata Permadi, adalah kedurhakaan Raden Patah memaksa ayahnya yang bernama Brawijaya V untuk pindah agama, juga kedurhakaan kepada negara dan kedurhakaan kepada agama.


....Pernyataan paranormal itu mengandung sentimen SARA. Raden Patah dan para wali beragama Islam diposisikan sebagai pihak yang merusak, membawa bencana. Jelas, ini menyesatkan....

“Pernyataan paranormal itu tentu mengandung unsur sentimen SARA. Raden Patah dan para wali beragama Islam, sementara Prabu Brawijaya V beragama Hindu. Raden Patah sebagai simbol kerajaan Islam seolah diposisikan sebagai pihak yang merusak, membawa bencana. Jelas, ini menyesatkan,” tegas Slamet.

Dalam laporannya, KPI menilai program infotainment “Silet” dinilai telah melanggar UU No 32 tentang Penyiaran, pasal 36 ayat 5, ayat 6 dan beberapa peraturan lainnya. Sebagai bukti dampak penayangan program berdurasi satu jam tersebut meresahkan masyarakat, KPI menerima 1.128 aduan dari masyarakat.

Meski sudah melakukan gelar perkara dan memeriksa 2 saksi korban, penyidik Bareskrim Mabes Polri terkesan lamban dalam menangani kasus ini. Bahkan tersiar kabar jika kasus ini akan dihentikan. [taz/trb]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar