Kamis, 24 Maret 2011

Hukum Membicarakan Urusan Dunia di Masjid



Oleh: Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Tempat di muka bumi yang paling Allah cintai adalah masjid. Karena masjid adalah rumah Allah yang didirikan untuk shalat, tilawah Al-Qur'an, berzikir, berdoa, dan melaksanakan ibadah kepada-Nya. Sedangkan asas pondasinya adalah takwa.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا

“Bagian negeri yang paling disenangi Allah adalah masjid-masjidnya dan bagian negeri yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

لَا تَتَّخِذُوا المَسَاجِدَ طُرُقًا ، إِلَّا لِذِكْرٍ أَوْ صَلَاةٍ

“Janganlah kalian jadikan masjid sebagai jalan (tempat lewat), kecuali untuk berdzikir atau shalat.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam al-Kabir: 12/314 dan al-Ausath: 1/14. Syaikh Al-Albani rahimahullaah mengatakan, “Sanad ini hasan, seluruh rijalnya (perawinya) tsiqat (terpercaya).” Lihat: Silsilah Shahihah no. 1001)

Sesungguhnya masjid adalah rumah-rumah Allah di dunia dan bagian dari syi’ar Islam yang sangat agung. Selayaknya, seorang muslim menghormati dan memuliakannya. Karena hal itu bukti adanya iman dan takwa.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Dan barangsiapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)

Mengagungkan dan memuliakan rumah Allah juga menjadi bukti kecintaan seorang muslim kepada tempat sucinya. Karena itu, tidak pantas menggunakan masjid untuk kepentingan duniawi seperti berdagang, memasarkan produk, dan menyebarkan brosur sekolahan dan semisalnya.

Rasulullah shallallau 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian melihat orang yang melakukan jual beli di masjid, maka katakan: 'Semoga Allah tidak memberikan keuntungan dalam perniagaanmu.' Dan apabila engkau melihat orang yang mengumumkan barang hilangnya di masjid maka katakan, “Semoga Allah tidak mengembalikan barang itu kepadamu.” (HR. al-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih)

Dalam riwayat muslim, “Siapa yang mendengar seseorang mencari (mengumumkan) barang hilangnya di masjid, maka hendaknya ia katakan, ‘Allah tidak akan mengembalikannya kepadamu,’ karena sesungguhnya masjid-masjid tidak didirikan untuk ini.”


Mengagungkan dan memuliakan rumah Allah juga menjadi bukti kecintaan seorang muslim kepada tempat sucinya.

Karena itu, tidak pantas menggunakan masjid untuk kepentingan duniawi seperti berdagang, memasarkan produk, dan menyebarkan brosur sekolahan dan semisalnya.

Hukum Membicarakan Urusan Dunia di Dalam Masjid

Jumlah masjid di masyarakat kita sudah sangat menjamur dan banyak jumlahnya. Hampir di setiap tempat umum dan keramaian ada masjidnya. Tidak ketinggalan pusat-pusat perkantoran dan pabrik-pabrik. Terkadang seseorang bertemu dengan kawannya di sana, lalu dilanjutkan dengan obrolan. Tidak sedikit obrolan-obrolan itu menyinggung urusan dunia seperti pekerjaan, bisnis, membangun rumah, dan obrolan-obrolan yang tidak ada kaitannya dengan urusan dien dan akhirat secara langsung.

Tentang membicarakan urusan dunia di dalam masjid, para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama, mubah (tidak berdosa) membicarakan sesuatu yang tidak mengandung dosa dari urusan dunia di dalam masjid. Ini merupakan pendapat mazhab Syafi’iyah dan Zahiriyah.

Kedua, makruh membicarakan sesuatu yang tidak mengandung dosa dari urusan dunia di dalam masjid. Inilah pendapat Malikiyah dan Hanabilah.

Ketiga, haram membicarakan sesuatu yang tidak mengandung dosa dari urusan dunia di dalam masjid. Inilah mazhab Hanafi. Sebagian mereka memahami keharaman ini, jika tujuan duduk di masjid memang untuk membicarakan hal itu. Jika membicarakan dunia muncul tiba-tiba dan tidak diniatkan dari awal, hukumnya makruh.

Perbedaan pendapat ini berlaku jika pembicaraan dan perbincangan di dalam masjid tersebut tidak menyebabkan mafsadat, seperti mengganggu orang yang sedang membaca Al-Qur’an, atau orang shalat, atau yang sedang beribadah. Jika kondisinya mengganggu seperti tadi, maka tidak ada perselisihan dalam mengharamkannya. Karena Nabi shallallau 'alaihi wa sallam telah melarang mengeraskan bacaan Al-Qur’an apabila mengganggu orang lain.


Jika pembicaraan dan perbincangan di dalam masjid menyebabkan mafsadat, seperti mengganggu orang yang sedang membaca Al-Qur’an, atau orang shalat, atau yang sedang beribadah maka tidak ada perselisihan dalam mengharamkannya.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallau 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang shalat itu bermunajat kepada Rabbnya, maka hendaklah dia memperhatikan apa yang dia bisikkan kepada-Nya. Janganlah sebagian kalian mengeraskan bacaan Al-Qur’an atas yang lain.” (HR. Malik no. 178, dan Ahmad no. 5326. Dishahîhkan al-Albani dalam Shahîh al-Jami’ no.1951)

Dan menurut Syaikh Khalid bin Abdullah al-Mushlih dalam islamway.com, menimbang dari pendapat-pendapat di atas, boleh membicarakan urusan dunia di dalam masjid apabila hal itu diperlukan dan tanpa disengaja dari awal. Ia tidak menjadikan masjid sebagai tempat membicarakan urusan duniawi. Hal itu berdasarkan riwayat Muslim (670), dari hadits Jabir bin Samurah, ia berkata: “Adalah Nabi shallallau 'alaihi wa sallam tidak beranjak dari tempat shalatnya yang beliau shalat shubuh di situ hingga terbit matahari. Apabila matahari terbit, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri (meninggalkan tempat shalat). Sedangkan para sahabat biasa berbincang-bincang (guyon) mengenai perkara jahiliyah, lalu mereka tertawa. Sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum saja.”


Boleh membicarakan urusan dunia di dalam masjid apabila hal itu diperlukan dan tanpa disengaja dari awal.

Ia tidak menjadikan masjid sebagai tempat membicarakan urusan duniawi.

Terdapat beberapa hadits yang melarang menjadikan masjid sebagai tempat untuk membicarakan urusan duniawi, di antaranya yang diriwayatkan Imam Thabrani dalam Mu’jamnya (10452), dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallau 'alaihi wa sallam bersabda:

سَيَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ يَجْلِسُوْنَ فِي الْمَسَاجِدِ حلقاً حلقاً، أَمَامُهُمْ الدُّنْيَا فَلَا تُجَالِسُوْهُمْ، فَإِنَّهُ لَيْسَ لِلهِ فِيْهِمْ حَاجَةٌ

“Akan ada di akhir zaman, suatu kaum yang duduk-duduk di masjid berkelompok-kelompok, di depan mereka adalah dunia. Maka janganlah kalian duduk-duduk bersama mereka, karena sesungguhnya Allah tidak memiliki hajat (tidak melimpahkan kebaikan) pada mereka.” (Syaikh Al-Albani menyebutkannya dalam Silsilah Shahihah: 3/151 sebagai hadits hasan).

Syaikhul Islam rahimahullah berkata: Adapun berbicara yang dicintai Allah dan Rasul-Nya di masjid maka itu baik. Adapun berbicara yang diharamkan, maka dilakukan dimasjid lebih diharamkan. Dan di antara kemungkaran yang terjadi di masjid: berpalingnya sebagian orang dari bergabung dengan majlis ilmu untuk membicarakan urusan dunia, padahal hadits menyebutkan, “Adapun yang satunya berpaling maka Allah berpaling darinya.” Wallahu Ta’ala a’lam. [PurWD/voa-islam.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar