Dalam wawancara di radio Dakta Bekasi Selasa siang tanggal 8 Februari 2011 terkait pemberian sertifikat kesesuaian syariah kepada ESQ oleh MUI pada Senin 7 Februari 2011, Ary Ginanjar menyampaikan beberapa hal di antaranya:
Pertama, MUI telah melakukan kajian terhadap ESQ selama 6 bulan dan hasilnya ESQ tidak pernah melanggar akidah, ibadah dan syariah Islam. Artinya ESQ tidak mengajarkan kesesatan dan pelanggaran terhadap syariah.
Kedua, Kekeliruan yang terjadi selama ini akibat komunikasi yang keliru bukan materi ESQ yang keliru.
Ketiga, yang terjadi selama ini adalah salah paham bukan paham ESQ yang salah.
Keempat, ESQ dan MUI telah membentuk Dewan Penasihat Syariah ESQ yang dipimpin oleh KH. Ma’ruf Amin, Prof. Dr. Didin Hafiduddin, Prof. Dr. Utang Ranuwiharja dan Dr. Khalil Nafis.
Kelima, ESQ berkomitmen untuk mendorong kebangkitan bangsa yang terpuruk akibat masalah moralitas
Keenam, diakhir wawancara Ary Ginanjar mengutip ‘al-Hikmatu dhollatul mukmin…” yang ia sebut sebagai sabda Rasulullah?
Bagi saya yang ikut menjadi salah satu saksi pertemuan antara Ary Ginanjar Agustian dengan Ustadz Farid Ahmad Oqbah, MA (Direktur Islamic Center Al-Islam Bekasi/ Narasumber Kajian Aqidah Radio Dakta 107 FM Bekasi), pada hari selasa 20 Juli 2010 pukul 18.30 - 20.00 WIB di Meeting Room DAKTA Jl. KH. Agus Salim Bekasi. Pertemuan itu terkait penjelasan atas beberapa koreksi Ustadz Farid terhadap ESQ sebelumnya.
Sementara hingga saat ini saya masih mendampingi kajian beliau di Dakta, tahu betul bahwa beliau tidak pernah berhenti untuk terus mengingatkan ESQ. Beliau betul-betul merasa prihatin ESQ masih belum juga kembali kepada yang haq. Saat tulisan ini dibuat beliau masih berada di Qatar, entah apa pendapat beliau apabila beliau mengetahui MUI memberikan sertifikat kesesuaian syariah kepada ESQ. Sementara beliau beranggapan masih banyak problem di ESQ.
....dari wawancara tersebut saya menangkap kesan Ary Ginanjar tidak pernah merasa bersalah atau ada keyakinan bahwa ESQ tidak pernah keliru selama ini. Ini dahsyat! Ternyata ada juga manusia atau lembaga yang tidak pernah keliru....
Ary Ginanjar sebenarnya mengundang Ustadz Farid melalui sms untuk hadir dalam pertemuan antara ESQ dengan MUI tersebut. Namun karena beliau harus berangkat ke Qatar, beliau tidak dapat hadir dan meminta saya untuk hadir bersama salah satu santrinya, Ustadz Anung Al-Hamat Lc. Sayang, baik saya maupun beliau juga tidak dapat memenuhi permintaan Ustadz Farid.
Saya menduga bahwa pertemuan ESQ dengan MUI itu adalah upaya MUI mengklarifikasi isu yang mengemuka selama ini soal penyimpangan ESQ. Ternyata di luar dugaan, MUI memberikan sertifikat kesesuaian syariah kepada ESQ. Entah apakah Ustadz Amin Djamaluddin Ketua Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) pakar dan peneliti aliran dan paham sesat yang juga pengurus MUI Pusat terlibat atau tidak dalam persetujuan MUI bahwa ESQ sesuai syariah?
Tentu saya tidak akan begitu sembrono mengomentari keputusan MUI tersebut, di samping rasa hormat saya atas hasil pemikiran para ulama, juga saya belum mendapatkan salinan keputusan itu beserta dasar-dasar pertimbangannya. Mungkinbang Asrarun Ni’am Shaleh sekretaris Majelis Fatwa MUI apabila ‘kebetulan’ membaca tulisan ini bisa berbaik hati kepada saya.
‘Ala kulli hal, dari point-point yang disampaikan Ary Ginanjar dalam wawancara tersebut saya menangkap kesan Ary Ginanjar tidak pernah merasa bersalah atau ada keyakinan bahwa ESQ tidak pernah keliru selama ini. Ini dahsyat! Ternyata ada juga manusia atau lembaga yang tidak pernah keliru apakah dari sisi aqidah, ibadah maupun syariah.
Sementara Rasulullah saw bersabda dari hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik RA: “Setiap anak cucu Adam pasti pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang pernah berbuat salah adalah yang segera bertaubat.” (HR at-Tirmidzi bab as-shifat al-qiyamah: 2499 dan Ibnu Majah bab az- zuhud: 4251).
Point pertama Ary Ginanjar menyampaikan, MUI telah melakukan kajian terhadap ESQ selama 6 bulan dan hasilnya ESQ tidak pernah melanggar aqidah, ibadah dan syariah Islam. Artinya ESQ tidak mengajarkan kesesatan dan pelanggaran terhadap syariah.
Seperti saya katakan di atas perlulah kita mengetahui apa dasar MUI mengeluarkan keputusan itu, agar kita tidak digolongkan kepada muqallid. Jika MUI benar, saya bertaubat kepada Allah SWT atas kesalahpahaman saya selama ini kepada ESQ dan mudah-mudahan Ary Ginanjar dan para pembela ESQ memaafkan saya dan memaklumi kebodohan saya selama ini. Namun, nampaknya kita perlu menunggu apa pendapat dari ulama-ulama lain, Ustadz Farid khususnya. Ulama sekaliber beliau yang dakwahnya sudah mendunia perlu kita dengarkan pendapatnya, sekalipun tentu beliau juga adalah manusia biasa yang bisa salah dan bisa benar.
Point kedua Ary Ginanjar menyampaikan, Kekeliruan yang terjadi selama ini akibat komunikasi yang keliru bukan materi ESQ yang keliru.
Subhanallah, komunikasi keliru seperti apakah yang dimaksud Ary Ginanjar? Apakah karena tidak pernah mengikuti pelatihan ESQ, buktinya Ustadz Farid sendiri adalah alumni ESQ ke-46. Apakah karena tidak seringnya berkomunikasi, pertanyaannya komunikasi sesering apa yang bisa tidak menimbulkan miskomunikasi. Apakah karena perbedaan kapasitas ilmu dan keimanan, kalau ini pertimbangannya bisa jadi demikian.
Ary Ginanjar mengatakan bukan materi ESQ yang keliru. Lalu kenapa saat dulu Ustadz Farid secara gamblang mengoreksi materi-materi ESQ, Ary diam saja dan mengangguk-anggukkan kepala? Saya menangkap kesan Ary menerima masukan Ustadz Farid waktu itu.
....Ary Ginanjar mengatakan bukan materi ESQ yang keliru. Lalu kenapa saat dulu Ustadz Farid secara gamblang mengoreksi materi-materi ESQ, Ary diam saja dan mengangguk-anggukkan kepala?....
Point ketiga Ary Ginanjar mengatakan, yang terjadi selama ini adalah salah paham bukan paham ESQ yang salah.
Berarti Ustadz Farid, Ustadz Amin Djamaluddin, Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, Ustadz Muhammad Al-Khattath, Ustadz Salimin Dani, Ustadz Bernard Abdul Jabbar dan asatidzaat lainnya yang sepaham telah salah paham terhadap ESQ. Secara tidak langsung beliau-beliau ini dianggap oleh Ary Ginanjar memiliki pemahaman yang keliru dalam menimbang ESQ.
Point keempat Ary Ginanjar mengatakan, ESQ dan MUI telah membentuk Dewan Penasihat Syariah ESQ yang dipimpin oleh KH. Ma’ruf Amin, Prof. Dr. Didin Hafiduddin, Prof. Dr. Utang Ranuwiharja dan Dr. Khalil Nafis.
Hampir tidak ada yang bisa saya komentari dari point ini selain semoga Allah swt tetap memberikan cahaya petunjuk-Nya kepada beliau-beliau dari MUI dan para tokoh umat di atas terutama kepada saya yang jahil dan dhaif.
Salam hormat saya yang setinggi-tingginya teruntuk Ustadz Didin Hafiduddin yang berkenan menjadi mentor kami di Pascasarjana UIKA Bogor. Semoga ilmu yang beliau curahkan kepada kami menjadikan kami santri-santri yang hanif. Amien
....Ary Ginanjar mengatakan, yang terjadi selama ini adalah salah paham bukan paham ESQ yang salah. Berarti Ustadz Farid, Amin Djamaluddin, Hartono Ahmad Jaiz, Muhammad Al-Khattath, Salimin Dani, dan asatidzaat lainnya yang sepaham telah salah paham terhadap ESQ. Secara tidak langsung beliau-beliau ini dianggap oleh Ary Ginanjar memiliki pemahaman yang keliru dalam menimbang ESQ....
Point kelima Ary Ginanjar mengatakan, ESQ berkomitmen untuk mendorong kebangkitan bangsa yang terpuruk akibat masalah moralitas.
Ary Ginanjar berbicara hal yang sangat bagus terkait masalah moralitas dalam wawancara tersebut dan saya sepakat dengan beliau dalam hal ini.
Namun sedikit yang mengganjal, saat seseorang atau sekelompok orang yang terlalu cenderung berfokus hanya pada persoalan moralitas dan hati nurani tanpa mengindahkan aqidah dan syariah, kemungkinan terjadinya penyimpangan cukup terbuka. Apalagi jika dikaitkan dengan perkembangan the New Age Movement, freemasonry zionis yang juga untuk menutupi kesesatannya berselubung dibalik slogan-slogan moralitas dan hati nurani kemanusiaan. Tentu ini terlalu jauh atau sama sekali tidak berkaitan dengan ESQ. Wallahu A’lam
Point keenam Ary Ginanjar mengutip kalimat mutiara yang ia sebut sebagai ucapan Rasulullah saw yaitu “Hikmah itu barang hilangnya orang iman di mana dia menjumpai maka orang iman yang lebih berhak atas kalimat tersebut.”
Sebenarnya kalimat itu berdasarkan perkataan para ulama, akan tetapi ada yang memahaminya secara marfu. Namun tidak saya temukan ‘yang shahih’ dalil yang menguatkannya.
Memang ada hadits berbunyi :
الكلمة الحكمة ضالة المؤمن حيثما وجدها فهو أحق بها
Artinya : ”Adapun kalimat hikmah itu barang hilangnya orang iman di mana dia menjumpai maka orang iman yang lebih berhak atas kalimat tersebut”.
Tapi hadits ini lemah sekali, diriwayatkan oleh Tirmidizi (5/51) no. 2687, beliau mengisyaratkan kelemahannya sebab Ibrahim ibn Al-Fadhl Al-Makhzumi dengan berkata, ”Gharib... dan seterusnya”. Ibnu Majah (2/1395) no. 4169 – ini lafazhnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu. Lihat Ibnu Hibban dalam Adh-Dhu’afa (1/104 – biografi no. 15, Ibrahim Ibnu Al-Fadhl Al-Makhzumi).
Imam Al-Albani berkata, ”Dha’if jiddan” (lemah sekali).
Ada juga hadits yang mirip :
احبسوا على المؤمنين ضالتهم قالوا وما ضالة المؤمن قال العلم
Artinya : ”Simpanan apa yang hilang dari kaum mukmin”. Para sahabat bertanya, ”Apa gerangan yang hilang dan sedang dicari kaum mukmin?”. Beliau menjawab, ”Ilmu”.
Hadits ini maudhu (palsu), Diriwayatkan oleh Ad-Dailami (1/20), didalam sanadnya ada Ziad ibn Abi Hasan yang terbukti banyak meriwayatkan hadits-hadits palsu. Juga ada Bakr ibnu Khunais seorang perawi dha’if. Lihat Silsilah Adh-Dha’ifah no. 821.
Tampaknya kontroversi ESQ belum berakhir dengan sertifikat kesesuaian syariah yang diberikan MUI kepada ESQ. Dengan demikian akan banyak lagi ilmu dan hikmah yang mengemuka sehingga kita bisa semakin cerdas dalam beragama.
Sebagaimana Ustadz Farid senantiasa sampaikan bahwa ESQ adalah aset besar umat. Oleh karena itu ESQ harus dijaga dengan dorongan, nasehat dan masukan agar aset ini tetap terarah dan potensial untuk izzul Islam wal Muslimin. Amien
Wildan Hasan
Peminat Pemikiran Islam tinggal di Bekasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar