Minggu, 09 Januari 2011

Sekarang, Saatnya Gunakan Dinar-Dirham

Dinar-dirham sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Pemerintah diminta meresponnya.



Senja bersiap meninggalkan cakrawala. Beberapa pedagang kaki lima di Jalan Sungai Landak Cilincing, Jakarta Utara terlihat sigap membangun tenda-tenda kayu dan merapikan barang dagangannya. Mereka memulai aktivitas mengais rezeki hingga tengah malam.

Aktivitas sore sampai malam hari di Jalan Sungai Landak itu sepintas tak ada yang berbeda dengan di daerah pinggiran Jakarta lainnya. Namun, bila dicermati, di kawasan yang terletak hanya beberapa meter dari Pantai Marunda itu, 



terdapat aktivitas yang langka ditemukan di daerah-daerah lainnya.

Di sepanjang jalan ini hingga dini hari dijumpai aktivitas transaksi jual beli dengan menggunakan dirham sebagai alat tukar. Ada puluhan toko dan warung kaki lima yang menerima pembayaran dengan dirham. Warung nasi goreng milik Syamil misalnya.

Warung Syamil atau biasa dipanggil Cak Syam ini menerima pembayaran dirham sejak tahun 2009. “Saya senang menerima dirham karena yakin bernilai stabil,” katanya.

Selain warung nasi goreng ada juga warung pecel lele, toko obat, bengkel motor, toko material, dan toko kelontong yang menerima pembayaran dengan dinar maupun dirham.

Miskin tapi Pakai Dirham

Sofyan al-Jawi, Pemilik Wakala al-Faqi, penyedia dinar-dirham untuk daerah Cilincing, mengatakan, kesadaran masyarakat untuk menggunakan dirham sebagai alat tukar berawal saat Ramadhan 2009. Saat itu, Baitul Maal Nusantara (BMN) membagikan uang zakat sebesar satu dirham per kepala keluarga di wilayah pesisir pantai tersebut. “Awalnya mereka merasa aneh. Bahkan ada yang mengira bahwa dirham ini mata uang negara Arab. Setelah kami jelaskan, akhirnya mereka mengerti dan sampai sekarang keterusan menggunakannya,” jelas Sofyan saat ditemui Suara Hidayatullah.

Sebelumnya, kata Sofyan, pada 2009 warga Cilincing juga pernah menggelar pasar Islam yang transaksi jual belinya menggunakan dirham. Meski baru sebatas menggunakan dirham sebagai alat tukar, tapi Sofyan merasa bangga dengan kesadaran masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan tersebut. Apalagi kebanyakan mereka hidup di bawah garis kemiskinan. ”Menurut saya ini unik, bisa menjadi model. Orang miskin saja mau menggunakan dirham, masak orang kaya tidak?” kelakarnya.

BMN sendiri merupakan lembaga yang berada satu jaringan dengan Wakala Induk Nusantara (WIN), penyedia dinar-dirham untuk lingkup nasional. BMN secara rutin menggelar pembagian zakat berupa dirham kepada kaum dhuafa di berbagai daerah.

Dilirik Non Muslim



Selain di Cilincing, berbagai daerah juga rutin menggelar pasar-pasar Islam. Bandung salah satunya. Di ibukota Jawa Barat ini setidaknya dalam tiga tahun terakhir, tercatat sudah puluhan kali diadakan pasar Islam atau pasar ukhuwah. Menurut catatan Pembina Paguyuban Pedagang Pasar Islam Bandung, Thoriq Gunara, pasar Islam pernah diadakan di Masjid Salman ITB, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, dan di Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Bandung.

Thoriq menjelaskan, dipilihnya kampus sebagai lokasi pasar Islam karena mempunyai komunitas dinar-dirham yang cukup banyak. Selain itu, kampus juga dinilai sangat strategis untuk edukasi mengenai dinar-dirham. Dalam kegiatan pasar Islam, biasanya pihak panitia juga merangkai berbagai kegiatan pendukung seperti seminar, talk show, bedah buku, atau dialog seputar dinar-dirham. Narasumbernya mereka datangkan dari praktisi, penulis buku, maupun kalangan akademisi yang konsen terhadap dinar-dirham.

Untuk jenis komoditas yang dijajakan, tidak kalah dengan pasar tradisional. Dari makanan ringan, buku, herbal, pakaian hingga barang elektronik tersedia. Bahkan, kata Thoriq, ayam dan domba pun sempat ikut dipasarkan. Semua barang dibandrol dengan dirnar dan dirham. Dalam setiap penyelenggaraan, lebih dari 50 pedagang ikut berpatisipasi. Pedagangnya pun tidak hanya dari kalangan Muslim, ada juga pedagang non Muslim yang ikut menjajakan barang dagangannya di pasar Islam.









”Pedagang tersebut senang mengikuti aturan pasar Islam. Meski diyakini kedatangan mereka hanya mencari peluang dan untung semata, namun itu membuktikan bahwa pasar yang dibangun dengan prinsip syariah mampu menarik kalangan non Muslim,” jelas Thoriq.

Untuk memudahkan pengunjung yang tak memiliki dinar-dirham, panitia menyediakan stan penukaran rupiah ke dinar/dirham (wakala).

Semarak geliat pasar Islam juga terjadi di Bogor dan Depok. Di Bogor, pasar Islam pernah diselenggarakan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Fatah, Pasir Angin Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. Pasar ini berlangsung selama dua hari, 2 sampai 4 April 2010. ”Alhamdulillah, ada sekitar 10.000 pengunjung. Perputaran uang kalau dirupiahkan sebesar 130 juta rupiah,” kata Ali Farkhan Tsani, Sekretaris Ponpes Al-Fatah.

Sementara di Depok hampir setiap pekan digelar pasar Islam. Pasar ini biasa diselenggarakan di jalan M Ali Beji. Di daerah ini pula terdapat toko-toko permanen yang menerima dinar-dirham. Mini market milik Sahlan, misalnya. “Kami sudah dari tiga bulan lalu menerima dirham. Kami ingin menghidupkan Sunnah Nabi,” ujar Sahlan.

AS Kalang Kabut

Seorang pakar ekonomi syariah dari Inggris, Tarek El Diwany mengatakan, penggunaan dinar-dirham sebagai mata uang utama sangat ditentukan oleh kebijakan politik. ”Politiklah yang membuat itu bisa terjadi,” kata Tarek.

Tarek meyakini, jika umat Islam terus menerus masih menggunakan uang kertas, maka umat Islam akan tetap menjadi miskin. Tetap termarjinalkan dan akan sulit keluar dari permasalahan perekonomian.

Syafi’i Antonio, Komite Ahli Pengembangan Perbankan Syariah Bank Indonesia, mengatakan bahwa penerapan dinar-dirham sejalan dengan tujuan Bank Indonesia (BI). “Sesungguhnya apa yang dibutuhkan oleh BI adalah satu sistem ekonomi yang stabil. Sistem ekonomi yang stabil itu tergantung kepada sistem mata uangnya. Nah, salah satu kelemahan sistem mata uang kita sekarang ini adalah risiko depresiasi (penurunan nilai) karena inflasi permanen,” jelas Syafi’i kepada Suara Hidayatullah.

Syafi’i menjelaskan, dinar-dirham merupakan mata uang yang memenuhi syarat anti inflasi. ”Tidak bisa digoyang spekulatif global, tidak mengukur tingkat harga jasa, dan memenuhi satuan hitung,” katanya.

Ia yakin seandainya dunia Islam mau menggunakan dinar-dirham, maka Amerika Serikat (AS) kalang kabut. Eropa saat ini sudah menyatu dengan mata uang Euro. Kemudian China, Taiwan, Hongkong, dan Changhai juga demikian. Maka, kata Syafi’i, Dolar AS tidak akan ada yang pakai. Kecuali hanya dipakai di AS sendiri.

Jadi, tambah Syafi’i, sesungguhnya ini lebih berbahaya dari senjata nuklir sekalipun. Karena dengan ini, AS akan kehabisan daya tekan kepada dunia global. Mereka tidak akan bisa menekan lagi secara ekonomi, sebab dolar tidak ada yang pakai. Ini yang paling dikhawatirkan oleh AS. “Makanya, segala upaya yang mengarah kepada adanya blok yang lain akan dihambat,” tandasnya. *Ainuddin Chalik, Dwi Budiman, Ibnu Syafaat, Ngadiman/Suara Hidayatullah. AGUSTUS 2010

Semudah Menggunakan Rupiah

Sudah banyak pasar yang menerima dinar-dirham sebagai alat pembayaran, bahkan sudah ada pecahan dirham untuk membeli kebutuhan berharga murah.

Lima tahun lalu banyak orang yang tidak menggunakan dinar-dirham dengan alasan tidak praktis, tidak ada pedagang yang mau menerima, dan tidak ada nilai pecahan untuk membeli barang atau jasa yang berharga murah. Kalaupun ada pemanfaatan dinar-dirham, saat itu hanya sebagai alat simpan atau investasi saja.

Kini, seiring berputarnya waktu, melalui inovasi dan gebrakan yang dilakukan para penggiat dinar-dirham, kendala-kendala teknis itu teratasi. Seperti yang dilakukan Wakala Induk Nusantara (WIN), salah satu lembaga penyedia dinar-dirham di Indonesia. Pada April 2010, WIN meluncurkan Daniq (1/6 dirham). “Sekarang umat bisa membeli barang-barang murah dengan menggunakan daniq dirham. Misalnya membeli mie instan,” jelas Zaim Saidi, Direktur Utama WIN.

WIN juga mencetak dan mengeluarkan ½ Dirham (nisfu dirham), 1 dirham, 2 dirham (dirhamayn), 5 dirham, ½ dinar (nifsu dinar), 1 dinar, dan 2 dinar (dinarayn). Kalau dikonversikan dengan rupiah pada pekan pertama Juli 2010, maka nilai masing-masing adalah; daniq dirham= Rp 5600, ½ dirham= Rp 16.800, 1 dirham= Rp 33.600, 2 dirham= Rp 67.200, 5 dirham= Rp 168.000, ½ dinar= Rp 750.600, 1 dinar= Rp 1.501.000, dan 2 dinar= Rp 3.002.400.

Selain WIN, ada juga lembaga yang mencetak sekaligus mengeluarkan dinar-dirham di Indonesia, di antaranya Koperasi Dinarku, Gerai Dinar, dan Indonesia Mint Nusantara (IMN). Untuk update harga dinar-dirham dapat mengakses situs www.wakalanusantara.com, www.dinarfirst.org, www.geraidinar.com, dan www.dinarku.com.

Memanfaatkan Teknologi

Kemajuan teknologi dimanfaatkan pula para penggiat dinar-dirham untuk mempopulerkan penggunaan dinar-dirham kepada masyarakat luas. Salah satunya apa yang dilakukan Muhaimin Iqbal, pemilik Gerai Dinar. Muhaimin telah memprakarsai pembelian barang atau jasa secara online dengan menggunakan alat tukar dinar-dirham.

Muhaimin membuat situs www.dinarworld.com untuk memfasilitasi penjual dan pembeli melakukan transaksi dengan dinar-dirham. Caranya, penjual tinggal mengiklankan produknya di situs tersebut. Hingga pertengahan Juni 2010, sudah ada sekitar 45-an pengiklan di situs tersebut. “Situs ini saya sediakan gratis,” ujar penulis buku Dinar Solution ini.
Agar proses transaksinya berjalan lancar, Muhaimin memperkenalkan sistem pembayaran dengan M-Dinar; sebuah sistem pembayaran berbasis dinar atau gold dinar payment system. Selain sebagai tabungan, M-Dinar dapat difungsikan untuk pembayaran. Nasabah yang telah memiliki account M-Dinar tinggal memanfaatkan fasilitas ini dengan menggunakan handphone, komputer, atau notebook. Nanti akan terjadi pengurangan saldo tabungan, bila nasabah melakukan transaksi.

Pemanfaatan teknologi dengan meluncurkan pasar Islam online juga dilakukan oleh Koperasi Syariah Dinarku. Sony Sugema, pendiri Koperasi Syariah Dinarku, mengatakan meski baru tahap rencana tapi sudah banyak pihak mendesak agar portalnya segera dioperasikan. “Terus terang kita juga sering mendapat
pertanyaan, kapan pasar online akan diluncurkan? Mudah-mudahan tidak lama lagi akan segera beroperasi, ” ungkap ayah sebelas anak ini.

Pihaknya sebetulnya sudah memiliki alamat portal atau situs yang bakal dimanfaatkan sebagai pasar online, yakni www.pasarukaz.portalcepat.com. Namun, ketika Suara Hidayatullah coba mengaksesnya, di dalamnya belum ada data-data yang diperbaharui.
Dalam menyambut Ramadhan, akhir Juli 2010 ini, Koperasi Syariah Dinarku akan menggelar pasar Islam. Lokasinya di selasar Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jalan Diponegoro Bandung, Jawa Barat. Sebanyak 150 stan disediakan bagi para pedagang Muslim maupun non Muslim. Pasar ini dibuka oleh Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan.
Sementara itu, Islamic Mint Nusantara (IMN) ikut mengandalkan kemajuan teknologi untuk menarik minat masyarakat menggunakan dinar-dirham. Saat ini IMN memanfaatkan kemajuan teknologi untuk mengetahui rate (kurs), sehingga pengguna dinar-dirham bisa mengecek lewat handphone. Demikian juga jika ingin membayar dengan dinar-dirham bisa melalui transfer bank. “Kami akui, saat ini kami masih kerja sama dengan bank konvensional untuk layanan transfernya. Karena darurat saja,” jelas Abbas Firman mewakili IMN.
Tak Ada Halangan

Munculnya inovasi dan gebrakan untuk memudahkan penggunaan dinar-dirham; seperti maraknya pasar-pasar Islam, adanya pecahan dirham, dan pemanfaat kemajuan teknologi, tentu patut disyukuri. Menurut Zaim, secara teknis sudah tak ada halangan lagi untuk menjadikan dinar-dirham sebagai alat tukar. “Beberapa tahun yang lalu kita sangat sulit menerapkan dinar-dirham. Kalau sekarang kemudahan-kemudahan itu sudah ada. Contohnya, pasarnya sudah ada, modelnya sudah ada, dan mata uangnya juga sudah lengkap.”

Namun, kata Zaim, meski kemudahan itu sudah di depan mata, masih ada saja sebagian umat Islam yang hanya menjadikan dinar-dirham sebagai alat simpan saja. Padahal, tambah Zaim, dinar-dirham itu sama fungsinya seperti mata uang lainnya, selain sebagai alat simpan juga alat tukar. “Kalau ada orang yang seperti itu, apa bedanya dengan penimbunan. Uang kertas itu riba. Allah memerintahkan kita untuk meninggalkan riba. Hanya dengan ketakwaanlah yang membuat seseorang mampu meninggalkan riba dengan beralih kepada dinar-dirham,” tandasnya.

Hal senada juga disampaikan Sony Sugema. “Bukan itu (menyimpan) tujuan dinar-dirham dihidupkan kembali, tetapi bagaimana kita menabung dengan aman dan efektif. Harta itu tidak boleh hanya berputar di kalangan tertentu, tapi harus bisa menghidupkan ekonomi umat,” jelas Sony. *Ainuddin Chalik, Dwi Budiman, Ibnu Syafaat, Ngadiman, Saiful Hamiwanto/Suara Hidayatullah, AGUSTUS 2010

Daftar Lembaga atau Toko Penerima Dinar-Dirham

Bengkel Ta’awun II
Tambal Ban Motor dan ganti oli
Gg. Buntu, Jl. Rekreasi Cilincing, Jakarta Utara

Picas Photographic
Jl. Rancabentang II no. 31A Ciumbuleuit Cidadap Bandung, Jawa Barat Email: bono.kanka@gmail.com

GRYA BASHALIN
Mengobati Penyakit Jantung
Sehat Bashalin Pondok Labu Jakarta Selatan adnil_basha@yahoo.com +628557805194

Bengkel Las Karlan
Mengerjakan Las Besi, Sirip Kemudi Kapal
Jl. Inpeksi Kali RT.007/08 Kel. Cilincing Jakarta Utara

My Qiblat
Produksi T-Shirt dan Merchandise bertema Islami
Jl. Sukabumi No. 40 RT/RW : 003/007 Menteng Jakarta Pusat
myqiblat@]gmail.com +622199668133, +62817823130

Suteki Tech
Software house and IT Consultan
Jl. Sarijadi Raya No. 52 Bandung Jawa Barat
Telp : 0222010576 Email : dvh_suteki@yahoo.com
web : www.suteki.co.id

Pondok Pesantren Al-Fatah
Jl. Pesantren Al Fatah, Pasir Angin RT.02/05 Cileungsi, Bogor 16820
Telp: 021-8235331

Sahlan Mart
Jl. M. Ali 2 Beji Depok, Jawa Barat

Cisalak Sport
Menjual alat-alat olah raga
Jl. Raya Bogor KM. 31 Cimanggis Depok, Telp: 021-4712204


Dinar Boleh Disimpan Asal…
Saat ini banyak kaum Muslimin yang menjadikan dinar (emas) dan dirham (perak) sebagai alat simpan saja. Padahal, fungsi dinar dan dirham sama seperti mata uang lainnya, sebagai alat simpan sekaligus alat tukar. Lalu bagaimana pandangan Islam terkait hukum menyimpan dinar, apakah termasuk bentuk penimbunan?
Dr Ahmad Zain An-Najah, Wakil Majelis Fatwa Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Pusat, memaparkan bahwa di dalam Islam ada tiga jenis perlakuan terhadap emas. Pertama, emas diinvestasikan sehingga bermanfaat bagi perkembangan ekonomi umat karena menjadikan roda ekonomi berjalan. ”Hal ini sangat dianjurkan. Dengan catatan, investasi itu pada bidang yang dihalalkan agama, tidak boleh pada bidang yang diharamkan, seperti investasi dalam perjudian, dalam penjualan minuman keras dan lain sebagainya,” kata lelaki kelahiran Klaten, 16 Januari 1971 ini.

Kedua, emas disimpan dengan tujuan untuk ditabung dan dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nisab. Nisab emas yang disimpan itu 85 gram dengan karat 24, jadi jika dirupiahkan dengan harga emas sekarang kira-kira 25 juta.

Kemudian tidak diniatkan untuk ditimbun dan orang memang sedang tidak membutuhkannya. Maka hal ini makruh, karena emas itu menjadi tidak bermanfaat atau mubadzir. Namun, tambah Zain, bisa menjadi dianjurkan kalau untuk tujuan yang baik, misalnya untuk biaya naik haji, atau untuk persediaan di masa depan yang kemungkinan akan sulit, seperti kisahnya Nabi Yusuf ‘Alaihissalam.

Ketiga, emas disimpan dengan tujuan agar menjadi barang langka padahal sedang diperlukan atau dicari oleh orang sehingga harganya menjadi naik. Emas itu juga tidak dizakatkan. Hal semacam inilah yang sangat dilarang keras dalam Islam. Dalilnya dalam surat Al-Hasr ayat 7.

Maksud ayat di atas, jelas Zain, supaya harta itu (emas) tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja. Jadi agar harta itu dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat secara merata. Dalil lain yang lebih khusus mengenai emas ada dalam surat At-Taubah ayat 34-35:

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”

Jadi, barang yang dikategorikan ditimbun itu adalah barang yang tidak dizakati, sehingga para ulama menyimpulkan, kalau dizakati itu tidak termasuk ditimbun.

“Dengan demikian menyimpan emas menjadi sesuatu yang haram, kalau diniatkan agar menjadi barang langka, padahal orang-orang sedang memerlukannya sehingga harganya menjadi naik dan emas yang disimpan itu tidak dizakati,” pungkas Zain. *Dwi Budiman, Ibnu Syafaat/Suara Hidayatullah,AGUSTUS 2010

Muhammad Syakir Sula
Sekjen Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)

Pemerintah Perlu Didorong

Bagaimana tanggapan Anda terkait maraknya pasar Islam yang menggunakan dinar-dirham?

Saya kira ini pertanda bahwa masyarakat butuh. Karena itu, pemerintah harus konsen karena ini kebutuhan masyarakatnya. Dulu, ketika masalah bunga bank belum banyak yang merespon, pemerintah bersikap biasa-biasa saja. Ketika masalah obligasi juga tidak memicu respon dari masyarakat, sikap pemerintah juga biasa-biasa saja. Namun, ketika sudah ada respon yang besar, barulah pemerintah membuatkan undang-undang-nya.

Anda harus catat, respon masyarakat soal dinar-dirham ini besar. Karena itu, DPR harus memikirkan apa solusinya sebagai wakil rakyat. Bahwa ada sesuatu yang kini dibutuhkan oleh masyarakat, berupa implementasi dinar-dirham.

Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, dan DPR juga harus konsen. Apalagi sekarang bank sudah bisa melakukan jual beli emas sebagai produk bank. MUI juga sudah memutuskan fatwanya. Hanya bila konteksnya sebagai alat tukar, belum keluar fatwanya.

Seberapa vital posisi dinar-dirham dalam praktek ekonomi Islam?

Eropa saat ini tidak mau tergantung kepada dolar. Ada 11 negara Eropa menyepakati menggunakan mata uang Euro. Dalam melakukan transaksi apa saja, jelas mereka sudah tidak pakai dolar.

Maksud saya begini, kalau konsep dinar ini disampaikan dengan baik, dengan bil hikmah, akan bisa melepaskan umat Islam dari ketergantungan dolar. Coba negara Timur Tengah, negara yang tergabung dalam OKI, dan negara-negara Arab dan Islam berkumpul semua. Kemudian buat kesepakatan di antara negara-negara tersebut bahwa nilai tukar resmi yang dipakai antar negara adalah dinar. Ini akan membuat Amerika kalang kabut dan lemah. Itulah dampak secara ekonomi. Saya kira tidak akan ada yang menolak. Sejak masa Nabi dan raja-raja, sistem dinar-dirham sudah dipakai.

Bagaimana kemungkinan dinar-dirham menjadi alat tukar utama di Indonesia menggantikan rupiah?

Mestinya memungkinkan. Hanya, butuh waktu lama untuk itu, terutama dalam aspek regulasi. Dari sisi regulasi, di Indonesia memungkinkan ini (dinar-dirham- red) sebagai mata uang. Jadi kalau ditanyakan apakah mungkin dinar-dirham menjadi mata uang utama, itu mungkin, tapi kita tidak tahu kapan. Bisa 100 tahun lagi. Mungkin 50 tahun lagi. Bisa 10 tahun lagi. Atau bisa 5 tahun lagi.

Untuk menuju ke sana, apa saja yang mesti dilakukan?

Regulasinya yang harus diubah. Kapan diterapkan, tergantung akselerasi yang dilakukan para praktisi dinar-dirham, pihak-pihak yang concern terhadap ekonomi syariah, dan terutama adalah pemerintah Indonesia.

Jadi pemerintah harus terus didorong?
Pemerintah kalau tidak kita dorong, tidak akan mungkin menerapkan. Seperti bank syariah. Kondisinya tidak akan seperti sekarang, jika dulu kita tidak mendorong pemerintah. Kita harus terus meyakinkan pemerintah bahwa ini bagus buat Republik Indonesia. Akhirnya ‘kan muncul peraturan dan diakomodasi dengan UU Perbankan Syariah ataupun UU Obligasi Syariah.
Bagaimana membangun kepercayaan masyarakat tentang pentingnya penerapan dinar-dirham?

Saran saya, semua pihak yang serius terhadap praktek dinar-dirham harus merangkul semua elemen masyarakat agar memakai dinar-dirham. Yakinkan bahwa ini kebutuhan kita, ini adalah keuntungan buat kita, buat bangsa kita. Perbanyak kawan yang konsen terhadap dinar-dirham. *Ainuddin Chalik/Suara Hidayatullah AGUSTUS 2010







Tidak ada komentar:

Posting Komentar