Rabu, 05 Januari 2011

Peserta Ujian dan Mahasiswa Turki Bebas Berjilbab

Pusat Seleksi dan Penempatan Mahasiswa Turki (ÖSYM) telah menghilangkan ketentuan menampakkan rambut sebagai syarat mengikuti ujian masuk perguruan tinggi.


Dalam buku panduan sebelumnya dinyatakan bahwa peserta ujian wajib melepas jilbab saat mendaftar dan mengikuti ujian. Berdasarkan ketentuan yang baru sebagaimana dimuat dalam situs ÖSYM, peserta ujian masuk perguruan tinggi yang akan dilaksanakan 27 Maret mendatang boleh berkerudung.



Larangan jilbab di Turki menguat pascakudeta tahun 1997, ketika militer memaksa politisi Muslim, Necmettin Erbakan, turun dari jabatan perdana menteri dengan tudingan akan mengganti sistem sekuler Turki dengan Islam. Kelompok sekuler Turki yang didukung militer memandang kerudung sebagai simbol politik dan agama Islam, sehingga harus dilarang.


Tahun 1990 Mahkamah Konstitusi menguatkan pendapat kaum sekuler dengan menyatakan bahwa memperbolehkan kerudung berarti melanggar prinsip-prinsip sekularisme Turki. Akibatnya ribuan mahasiswi terpaksa menanggalkan jilbab mereka atau menggantinya dengan wig, atau bahkan meninggalkan bangku kuliah untuk selamanya.

Larangan itu juga berlaku bagi pegawai negeri. Pengacara yang membela klien mereka di pengadilan pun tidak boleh masuk ruang sidang dengan memakai kerudung, seperti yang dialami Fatma Benli. Benli yang memakai kerudung, harus menunjuk seorang wakil sebagai penghubungnya dengan ruang sidang. Ironisnya, Benli adalah seorang pengacara yang mengkhususkan diri memberikan bantuan hukum untuk para wanita, sementara kaum feminis memandang jilbab sebagai simbol penindasan pria atas wanita.



Menurut Human Rights Watch dalam laporannya tahun 2004, larangan kerudung justru memasung kebebasan akademik, karena memaksa para profesor wanita mengundurkan diri sekaligus menghalangi wanita untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.


Bulan September tahun lalu, pemerintah Turki telah mengeluarkan pernyataan mereka akan mendukung para mahasiswa yang dikeluarkan dari ruang kuliah karena memakai kerudung.

Sikap pemerintah itu kemudian diikuti oleh Badan Pendidikan Tinggi (YÖK) dengan mengeluarkan surat edaran ke universitas-universitas Turki akhir tahun lalu, yang isinya menghimbau agar tidak ada lagi mahasiswa yang dikeluarkan dari kelas karena mengenakan kerudung.

Sebagaimana diketahui, larangan Jilbab diperkenalkan pada tahun 1997 ketika militer yang kuat Turki menggulingkan pemerintahan koalisi yang dipimpin oleh partai konservatif. Larangan itu berlaku untuk para mahasiswi maupun perempuan yang bekerja di sektor publik. Wanita dengan jilbab saat ini tidak diperbolehkan untuk masuk fasilitas militer, termasuk rumah sakit dan tidak dapat bekerja di lembaga-lembaga publik. Militer begitu takut simbol-simbol Islam itu akan kembali membangkitkan ghirahMuslim berislam di Turki. [di/tz/wb/ hidayatullah.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar